Minggu, 26 Februari 2012

All about teen ^.^

   Remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
   Menurut Santrock (2003: 26), remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
   Selanjutnya kita akan mengetahui lebih dalam lagi tentang tiga aspek perubahan yang menyangkut perkembangan remaja yaitu perkembangan biologis atau fisik, kognitif dan sosial-emosional pada remaja dari sudut pandan ilmu psikologi.
1. Perkembangan fisik
   Perubahan yang paling dirasakan oleh remaja pertama kali adalah perubahan fisik. Terjadi pubertas yaitu proses perubahan yang bertahap dalam internal dan eksternal tubuh anak-anak menjadi dewasa. Perubahan hormon termasuk hormone seksual membuat remaja menjadi tidak nyaman dengan dirinya dan juga sekaligus jadi sering terlalu fokus pada kondisi fisiknya. Misalnya : remaja jadi sering berkaca hanya untuk melihat jerawat atau poninya, jadi terlalu resah dengan bentuk tubuhnya, dan sebagainya.
    Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.
 Perkembangan atau pertumbuhan anggota-anggota badan remaja, sebagaimana dikemukakan oleh Monks dkk. (1994), kadang-kadang lebih cepat daripada perkembangan badan. Oleh karena itu, untuk sementara waktu, seorang remaja mempunyai proporsi tubuh yang tidak seimbang. Hal ini akan menimbulkan kegusaran batin yang mendalam karena pada masa remaja ini, perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Jadi remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri sebagai stimulus sosial. Bila sang remaja mengerti badannya telah memenuhi persyaratan, sebagaimana yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, maka hal ini akan berakibat positif terhadap penilaian diri.
Secara umum perubahan-perubahan fisik remaja sebagai berikut :
Perempuan

  •  Pertumbuhan payudara (3 - 8 tahun)
  •  Pertumbuhan rambut pubis/kemaluan (8 -14 tahun)
  • Pertumbuhan badan (9,5 - 14,5 tahun)
  • Menarche/menstruasi (10 – 16 tahun, kadang 7 thn)
  • Pertumbuhan bulu ketiak (2 tahun setelah rambut pubis)
  • Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (sama dengan tumbuhnya bulu ketiak)

Laki-laki

  • Pertumbuhan testis (10 – 13,5 tahun)
  • Pertumbuhan rambut pubis/kemaluan (10 – 15 tahun)
  • Pembesaran badan (10,5 – 16 tahun)
  • Pembesaran penis (11 – 14,5 tahun)
  • Perubahan suara karena pertumbuhan pita suara (Sama dengan pembesaran penis)
  • Tumbuhnya rambut di wajah dan ketiak (2 tahun setelah rambut pubis)
  • Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (Sama dengan tumbuhnya bulu ketiak)

Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani tidak memiliki teman, dan sebagainya.
2. Perkembangan Kognitif
   Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002: 15) pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan bahwa bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam.
    Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja.
3. Perkembangan Sosial-emosional
   Santrock (2003: 24) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. John Flavell (dalam Santrock, 2003: 125) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka.
   Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertama-tama masing sangat terbatas dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman sejenis maupun lain jenis. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hubungan remaja dengan teman sebaya dan orang tua:
1) Hubungan dengan Teman Sebaya
   Menurut Santrock (2003: 219) teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan (dalam Santrock, 2003: 220) mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih saying (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual.


Ada beberapa beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman menurut Santrock (2003: 206) yaitu :


a) Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama, usia, dan aktivitas favorit.
b) Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian.
c) Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati dan mau bekerja sama.
d) Menghargai diri sendiri dan orang lain.
e) Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, duduk berdekatan,
berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan
pujian.


Ada beberapa dampak apabila terjadi penolakan pada teman sebaya. Menurut Hurlock (2000: 307) dampak negatif dari penolakan tersebut adalah :


a) Akan merasa kesepian karena kebutuhan social mereka tidak terpenuhi.
b) Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.
c) Anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan
penyimpangan kepribadian.
d) Kurang mmemiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk menjalani proses sosialisasi.
e) Akan merasa sangat sedih karena tidak memperoleh kegembiraan yang dimiliki teman sebaya
mereka.
f) Sering mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok dan ini akan meningkatkan
penolakan kelompok terhadap mereka semakin memperkecil peluang mereka untuk
mempelajari berbagai keterampilan sosial.
g) Akan hidup dalam ketidakpastian tentang reaksi social terhadap mereka, dan ini akan
menyebabkan mereka cemas, takut, dan sangat peka.
h) Sering melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, dengan harapan akan meningkatkan
penerimaan sosial mereka.


Sementara itu, Hurlock (2000: 298) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat yang diperoleh jika seorang anak dapat diterima dengan baik. Manfaat tersebut yaitu:


a) Merasa senang dan aman.
b) Mengembangkan konsep diri menyenangkan karena orang lain mengakui mereka.
c) Memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola prilaku yang diterima secara sosial
dan keterampilan sosial yang membantu kesinambungan mereka dalam situasi sosial.
d) Secara mental bebas untuk mengalihkan perhatian meraka ke luar dan untuk menaruh minat
pada orang atau sesuatu di luar diri mereka.
e) Menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan tidak mencemooh tradisi sosial.


2) Hubungan dengan Orang Tua
  Menurut Steinberg (dalam Santrock, 2002: 42) mengemukakan bahwa masa remaja awal adalah suatu periode ketika konflik dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealism dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada orang tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak rang tua dan remaja.
   Collins (dalam Santrock, 2002: 42) menyimpulkan bahwa banyak orang tua melihat remaja mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang tidak mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua. Bila ini terjadi, orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan member lebih banyak tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar orang tua.


Dari uraian tersebut, ada baiknya jika kita dapat mengurangi konflik yang terjadi dengan orang tua dan remaja. Berikut ada beberapa strategi yang diberikan oleh Santrock, (2002: 24) yaitu : 


1) Menetapkan aturan-aturan dasar bagi pemecahan konflik. 
2) Mencoba mencapai suatu pemahaman timbale balik. 
3) Mencoba melakukan corah pendapat (brainstorming).
4) Mencoba bersepakat tentang satu atau lebih pemecahan masalah.
5) Menulis kesepakatan.
6) Menetapkan waktu bagi suatu tindak lanjut untuk melihat kemajuan yang telah dicapai.


Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa karakteristik remaja atau proses perkembangan remaja meliputi masa transisi biologis yaitu pertumbuhan dan perkembangan fisik. Transisi kognitif yaitu perkembangan kognitif remaja pada lingkungan sosial dan juga proses sosioemosional dan yang terakhir adalah masa transisi sosial yang meliputi hubungan dengan orang tua, teman sebaya, serta masyarakat sekitar.


-----------------------------------^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-^.^-------------------------------


Tidak ada komentar:

Posting Komentar