BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gunung kawi merupakan salah satu
tujuan wisata religius. Masih di kawasan pesarean gunung kawi terdapat dua
kawasan yang sangat dikultuskan etnis tionghoa, yakni kediaman Tan Kie Lam dan
Kuil Dewi Kwan Im. Kuil Dewi Kwan Im inilah yang paling sering menjadi tempat
kunjungan masyarakat Tionghoa. Bahkan, kehadiran mereka sangat dominan
dibanding rtnis lainnya.
Kuil Dewi Kwan Im ini sendiri
terletak di dekat masjid imam soedjono yang berdiri tak jauh dari kuil ini. Kuil ini baru saja diresmikan pada juli 2010 dan mengalami
renovasi total mulai akhir 2009. Areal bangunan ini dahulunya merupakan 2
bangunan terpisah yaitu kuil dewa Kwan Kong dan Kuil dewi kwan Im. Namun pada
2002 terjadi kebakaran yang menghancurkan areal ini dan kemudian dibiarkan
begitu saja sampai akhir 2009.
Pertama kali memasuki Kuil Dewi Kwan
Im, yang terasa adalah hawa yang kental dengan nuansa oriental khas etnis
Tionghoa. Ruangan dipenuhi ornamen – ornamen berwarna merah. Dalam kuil
tersebut terdapat patung Dewi Kwan Im berwarna emas yang di letakkan di tengah
ruangan di depan tempat Lilin Ti Kong. Yang menjadikan keberadaan kuil itu
tampak mencolok adalah dengan adanya lilin raksasa dan banyak lilin – lilin
berbagai ukuran berwarna merah yang merupakan simbol dari Ti Kong ( dewa-dewi
dalam masyarakat Kong Hu Cu). Lilin jumbo itu tampak mewah berada di lantai
kuil yang berbahan baku granit. Hal inilah yang menarik perhatian peneliti
dalam melakukan penelitian tentang Lilin sebagai tradisi ritual etnis tionghoa
di Kuil Dewi Kwan Im Gunung Kawi.
Setiap hari Kuil Dewi Kwan Im tak pernah sepi pengunjung.
Selain berziarah , para pengunjung umumnya mempunyai satu tujuan yaitu ngalap
berkah ( mencari kemakmuran ). Bahkan pada hari – hari tertentu jumlah
pengunjung
bisa berlipat – lipat, mengikuti penanggalan jawa dan cina, seperti Jumat Legi,
Hari Raya Imlek, dan perayaan Tahun Baru Jawa atau Bulan Suro.
Kuil Dewi Kwan Im ini dulu sangat megah dan
sangat besar, tetapi karena sempat mengalami kebakaran yang diakibatkan karena
percikan api dari lilin – lilin yang ada disana terutama lilin –lilin jumbo
yang tidak bisa dipadamkan karena pada saat kebakaran tidak ada air di
sekitarnya menurut penuturan warga sekitar. Setelah kejadian itu kuil ini
menjadi kecil dan sempit, sehingga jika ada peziarah yang ingin melakukan ritual
atau sembahyang dengan membawa rombongan, tidak semua rombongannya dapat masuk
dan harus bergantian, sedangkan yang tersisa setelah kebakaran itu hanya lantai
granit dan lilin – lilin mulai dari yang berukuran jumbo sampai yang kecil dan
juga patung emas Dewi Kwan Im yang merupakan sumbangan dari seorang pengusaha
sukses yang juga etnis tionghoa, beserta cawan – cawan emas tempat menaruh
dupa.
Mayoritas dari pengunjung yang datang ke
Kuil Dewi Kwan Im ini adalah kaum Tionghoa. Mereka selalu rutin kemari untuk
sembahyang dengan pengharapan yang berbagai macam. Kebanyakan mereka datang
dengan rombongan dengan mengajak keluarga atau sanak saudara mereka.
Suku bangsa Tionghoa ( biasa disebut juga Cina ) di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut
dirinya dengan istilah Tenglang
(Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Asal dari kata Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang
dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek
Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
Setiap yang berziarah ke Kuil Dewi Kwan Im dan ingin
bersembahyang diwajibkan untuk membawa beberapa sayarat wajib yaitu bunga, dupa
dan lilin berwarna merah. Jika tidak membawa salah satu diantaranya maka tidak
akan bisa melakukan ritual sembahyang. Tetapi di dalam kuil sudah tersedia
syarat – syarat tersebut dan bisa membeli langsung di kuil tersrebut. Etnis
tionghoa yang sedang bersembahyang pertama – tama akan memberikan bunga kepada
sang juru kunci, kemudian menuangkan minyak kelapa di sebuah cawan emas,
setelah itu membakar 4 buah dupa 2 dupa mereka tancapkan di cawan emas yang
terletak di depan patung Dewi Kwan Im beserta 2 lilin yang dinyalakan dan di letakkan
di sisi kanan kiri patung, kemudian setelah mereka selesai memanjatkan doa,
mereka akan keluar dan membakar 2 dupa lagi untuk ditancapkan di luar kuil yang
juga disediakan tempat ritual sembahyang bersama 2 lilin yang juga di letakkan
di sisi kanan dan kiri kemudian mereka memanjatkan permohonannya.
Ketika melihat sekeliling Kuil Dewi Kwan Im, tampak banyak
sekali lilin berwarna merah yang akan selalu menyala. Lilin – lilin tersebut
ada yang berukuran kecil sampai yang berukuran jumbo. Keberadaan lilin – lilin
ini tidak lepas dari kepercayaan etnis Tionghoa yang bersembahyang disini
meyakini bahwa lilin yang mereka tancapkan di kiri dan kanan itu nantinya
berguna sebagai penerang kehidupan mereka dan penerang rejeki yang akan datang
pada mereka. Dan keberadaan lilin jumbo itu sendiri adalah merupakan sumbangan
– sumbangan dari pengusaha dari kalangan etnis Tionghoa yang telah sukses
dengan usahanya dan lilin jumbo itu merupakan simbol kesuksesan mereka karena
harga lilin jumbo tersebut cukup mahal hingga mencapai puluhan juta rupiah. Dan
ini sudah menjadi tradisi turun temurun dari orang – orang Tionghoa terdahulu.
Berdasarkan pemahaman akan hal – hal yang unik mengenai
keberadaan dan makna dari lilin – lilin di Kuil Dewi Kwan Im yang sudah menjadi
tradisi ritual dari etnis Tionghoa inilah yang membuat peneliti ingin
mengetahui dengan jelas mengenai sebab dan seluk beluk yang berkaitan dengan
judul diatas. Sehubungan dengan latar belakang tersebut, peneliti melakukan
penelitian dengan judul “ Lilin Sebagai Tradisi Ritual Etnis
Tionghoa di Kuil Dewi Kwan Im Gunung Kawi ”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut
di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa sebenarnya kegunaan dari lilin – lilin di Kuil Dewi Kwan Im tersebut?
2.
Mengapa pengunjung yang mayoritas etnis Tionghoa itu rela menghabiskan
uang hingga puluhan juta rupiah untuk
membeli lilin – lilin berukuran jumbo
untuk di letakkan di Kuil tersebut?
3.
Mengapa ketika melakukan ritual sembahyang harus meletakkan 2 lilin di kiri
dan kanan di dalam ruangan maupun di luar
ruangan sembahyang?
4.
Apakah yang bisa melakukan ritual sembahyang di dalam Kuil tersebut hanya
kaum Tionghoa saja?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah
yang penulis uraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Memahami tempat persembahyangan yang sering
di kunjungi etnis Tionghoa di kawasan pesarean Gunung Kawi.
2. Memahami tradisi ritual persembahyangan yang
dilakukan etnis Tionghoa di Kuil
Dewi Kwan Im.
3. Memahami apa sebenarnya kegunaan atau manfaat
dari lilin – lilin dengan aneka
macam jenis yang ada di Kuil Dewi Kwan Im.
4. Memahami apa sebenarnya tujuan dari para
pengusaha sukses yang menyumbangkan
lilin raksasa setelah usaha mereka sukses ke Kuil Dewi Kwan Im.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil
penelitian ini diharapkan dpat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang studi psikologi. Khususnya studi tentang
metodologi penelitian kualitatif.
Selain itu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan untuk bacaan atau
referensi bagi semua pihak, khususnya bagi program
studi psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
2. Secara praktis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memeberikan informasi, dan dapat menjawab rasa keingin tahuan pada masyarakat mengenai
lilin sebagai tradisi ritual
persembahyangan etnis Tionghoa di Kuil Dewi Kwan Im Gunung Kawi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA
PEMIKIRAN
Dalam menyusun penelitian ini, peneliti membutuhkan kajian
pustaka dan kerangka pemikiran yang bertujuan untuk memberi batasan – batasan
terhadap pokok bahasan yang diteliti agar tidak keluar jalur dari kajian
penelitian yang dilakukan. Adapun teori – teori yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain :
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Ritual
Persembahyangan
Berbicara mengenai hal
persembahyangan, ada banyak sumber yang menjelaskan tentang hal tersebut dan
ada banyak hal pula yang perlu diketahui mengenai ritual persembahyangan itu
sendiri. Mungkin banyak masyarakat yang sudah mengetahui dan memahami tentang
hal tersebut serta ada pula yang mengetahui namun belum memahaminya .
Tidak hanya pemahaman dan pendalaman ajaran agama saja yang perlu dilakukan
oleh umat beragama, implementasi/penerapan ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari juga perlu ditingkatkan lagi.
Ritual (ritus)
Dalam upacara keagamaan, ritual ini merupakan kepercayaan kepada kesakralan
sesuatu menuntut ia diperlakukan secara khusus yang tidak dpat dipahami secara
ekonomi dan rasional, seperti cara perlakuan terhadap sesuatu yang disakralkan,
pada umumnya tidak dapat dipahami keuntungan dan alasan rasional, upacara,
persembahan, sesajen, dan lain-lain. Sebagai kata sifat, ritual adalah segala
yang dihubungkan atau disangkutkan, sedangkan sebagai kata benda adalah segala yang bersifat upacara
keagamaan, seperti upacara gereja katolik.
Dalam agama upacara ritual ini biasa dikenal dengan ibadat, kebaktian, berdoa,
atau sembahyang. Persembahyangan ini bisa dilakukan sendiri-sendiri dan ada
pula secara besama-sama. Rangkaian persembahyangan baik yang dilakukan secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesungguhnya
inti dari persembahyangan tersebut adalah sama, yaitu sama-sama memiliki tujuan
untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta, memohon keselamatan bagi alam
beserta isinya, memohon ampun atas segala dosa-dosa, memanjatkan puji syukur
akan hal-hal yang didapatkan di alam semesta ini, memohon kedamaian lahir
bathin, dan masih banyak lagi tujuan dari ritual persembahyangan tersebut. Pada
intinya, ritual persembahyangan yang ditujukan kepada Sang Pencipta sangatlah
bersifat religius dan sangat sakral karena mengandung nilai-nilai mistis dan
spiritual.
2.1.2. Teori Harapan
Victor H. Vroom
Victor
H. Vroom, dalam bukunya
yang berjudul “Work And Motivation”
mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
2.1.3.
Teori Motivasi: Hirarki Kebutuhan
Abraham Maslow
Di
tahun 1943, seorang psikologis dari Amerika; Abraham Maslow (1908-1970),
menulis sebuah mahakaryanya yang sangat berpengaruh di bidang psikologi
motivasi. Teori Motivasi Manusia adalah tulisan Maslow yang menjadi inspirasi
bagi banyak kebijakan di beragam perusahaan modern untuk memotivasi para
karyawannya.
Maslow
mengungkapkan berbagai tingkatan kebutuhan manusia, mulai dari kebutuhan fisik
hingga psikologis. Dan bermacam kebutuhan ini, disusun dalam suatu piramida
yang hirarkis, berdasarkan sifat kebutuhannya.
Biasanya
piramida Maslow ini berfokus pada lima tingkat kebutuhan, mulai dari yang
mendasar untuk bertahan hidup hingga kepada kebutuhan sosial dan kebutuhan
untuk mengembangkan diri di dalam kehidupan.
Kelima tingkat kebutuhan tersebut
adalah:
- Kebutuhan
fisik untuk bertahan hidup seperti makanan, air, dan seterusnya.
2.
Kebutuhan
akan keamanan seperti tempat tinggal serta kepastian keuangan, kesehatan yang
terjaga, dan seterusnya.
3.
Kebutuhan
untuk bersosialisasi dan saling menyayangi seperti berkeluarga, memiliki
sahabat serta merasa menjadi bagian dari sesuatu, dan seterusnya.
4.
Kebutuhan
untuk meninggikan harga diri seperti meraih prestasi atau pencapaian,
meningkatkan rasa kebanggaan pribadi serta dihargai/dihormati oleh orang lain,
dan seterusnya.
5.
Kebutuhan
untuk mengaktualisasikan potensi diri untuk berkembang menjadi yang terbaik
sesuai kata hati, mengoptimalkan kreativitas serta bakat untuk menjadi pakar
atau inovator yang berguna bagi sesama, dan seterusnya. Gambar Piramida
Hierarki Teori Kebutuhan Maslow

Kebutuhan
yang kelima adalah kebutuhan yang spesial, yang khusus dan baru bisa dipenuhi
jika keempat kebutuhan lainnya sudah terpenuhi.
Sedangkan
keempat kebutuhan sebelum kebutuhan untuk aktualisasi diri ini disebut kelompok
kebutuhan defisiensi. Empat kebutuhan defisiensi ini jika tidak terpenuhi
akan menjadi demotivator yang berbahaya bagi semangat seseorang.
Maka
dari itu, jika suatu perusahaan ingin mencegah penurunan semangat kerja dari
para karyawannya, maka manajemen harus memperhatikan pemenuhan keempat
kebutuhan defisiensi ini.
Level
motivasi akan terjaga dengan stabil jika keempat kebutuhan defisiensi ini tidak
kekurangan. Namun, jika kurang terpenuhi, motivasi seseorang dipastikan jadi
merosot.
Ini
berarti memenuhi kebutuhan fisik seperti makan dan beristirahat, kebutuhan akan
keamanan, kebutuhan sosial seperti pertemanan dan keintiman, kebutuhan ego seperti
pengakuan, dan seterusnya adalah penting untuk menjaga kestabilan tingkat
motivasi seseorang.
Tapi,
untuk seseorang agar bisa berkembang dan terus maju, kebutuhan kelima yaitu
pengaktualisasian diri perlu diperhatikan. Kebutuhan kelima ini adalah kebutuhan
yang membuat seseorang termotivasi untuk memperbaiki kualitas diri dan
meningkatkan kinerjanya. Maka dari itu, kebutuhan kelima ini disebut juga
sebagai kebutuhan untuk bertumbuh.
Pemenuhan
kebutuhan pertumbuhan dan pemaksimalan potensi diri ini penting untuk disadari
dan dipahami. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari perlunya pemenuhan
kebutuhan kelima ini dan akhirnya menjadi sering stres karena kecemasan dan
depresi.
2.1.4. Tradisi
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian
yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari
tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik
tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi
dapat punah. Dalam pengertian lain tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan
yang turun temurun yang masih dijalankan di masyarakat. Dalam
suatu masyarakat muncul semacam penilaian bahwa cara-cara yang sudah ada
merupakan cara yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan. Biasanya sebuah
tradisi tetap saja dianggap sebagai cara atau model terbaik selagi belum ada
alternatif lain.
Tradisi
merupakan roh dari sebuah kebudayaan. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu
kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan tradisi hubungan antara individu
dengan masyarakatnya bisa harmonis. Dengan tradisi sistem kebudayaan akan
menjadi kokoh. Bila tradisi dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan
berakhir disaat itu juga. Setiap sesuatu menjadi tradisi biasanya telah teruji
tingkat efektifitas dan tingkat efesiensinya. Efektifitas dan efesiensinya
selalu ter-update mengikuti perjalanan perkembangan unsur kebudayaan. Berbagai
bentuk sikap dan tindakan dalam menyelesaikan persoalan kalau tingkat
efektifitasnya dan efesiensinya rendah akan segera ditinggalkan pelakunya dan
tidak akan pernah menjelma menjadi sebuah tradisi. Tentu saja sebuah tradisi
akan pas dan cocok sesuai situasi dan kondisi masyarakat pewarisnya.
2.1.5. Teori Belajar Cognitive Field
Teori
belajar cognitive field bersumber pada psikologi lapangan (field psikology),
dengan tokoh utamanya Kurt Lewin. Individu selalu berada dalam suatu lapangan
psikologis yang oleh Lewin disebut life space. Dalam lapangan ini selalu ada
tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang mendorong pencapaian tujuan dan ada
hambatan-hambatan yang harus diatasi. Perbuatan individu selalu terarah kepada
pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena itu sering dikatakan perbuatan individu
adalah purposive. Apabila ia telah berhasil mencapai sesuatu tujuan maka timbul
tujuan lain yang ingin dicapai dan berada dalam life space baru. Setiap orang
berusaha mencapai tingkat perkembangan dan pemahaman yang terbaik, di dalam
lapangan psikologisnya masing-masing. Lapangan psikologis terbentuk oleh
interelasi yang simultan dari orang-orang dan lingkungan psikologisnya di dalam
suatu situasi. Tingkah laku seseorang pada suatu saat merupakan fungsi dari
semua faktor yang ada yang saling bergantung pada yang lain.
2.1.6. Etnis
Tionghoa
istilah Tenglang(Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam
bahasa Mandarinmereka
disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang"). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang
Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri
mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka
sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, hanyu pinyin:
hanren, "orang Han").
Leluhur
orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun
yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia,
bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan
dari Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno diNusantara telah berhubungan erat dengan
dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian
menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke
Nusantara dan sebaliknya.
Setelah negara Indonesia merdeka,
orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu
suku dalam lingkup nasional Indonesia,
Masyarakat Tionghoa di Indonesia
pernah terbagi dalam tiga golongan besar: totok, peranakan, dan hollands spreken. Yang
tergolong totok adalah mereka yang baru satu turunan di Indonesia (orang tuanya
masih lahir di Tiongkok) atau dia sendiri masih lahir di sana. Lalu ketika
masih bayi diajak xia nan yang (turun ke laut selatan). Yang disebut
peranakan adalah yang sudah beberapa keturunan lahir di tanah yang kini bernama
Indonesia. Sedangkan yanghollands spreken adalah yang -di mana pun lahirnya-
menggunakan bahasa Belanda, mengenakan jas dan dasi, kalau makan pakai sendok
dan garpu, dan ketika Imlek tidak mau menghias rumah dengan pernik-pernik yang
biasa dipergunakan oleh peranakan maupun totok.
Yang peranakan umumnya bekerja di
sektor pertanian, perkebunan, dan perdagangan. Mereka berbahasa Jawa, Minang,
Sunda, Bugis, dan bahasa di mana mereka tinggal. Mereka menyekolahkan anaknya
juga tidak harus di sekolah Tionghoa.
2.1.7. Lilin Sebagai Tradisi Ritual Persembahyangan
Etnis Tionghoa di Kuil Dewi Kwan Im Gunung Kawi
Kuil Dewi Kwan Im merupakan salah
satu tempat melakukan persembahyangan di Gunung Kawi yang paling sering
dikunjungi etnis Tionghoa. Banyak dari mereka yang kesana dengan membawa
rombongan teman maupun saudaranya untuk memanjatkan doa agar apa yang mereka
inginkan tercapai. Keinginan dari mereka pastinya bermacam – macam, tetapi
biasanya kebanyakan mereka yang memanjatkan doa disana karena mereka ingin bisa
sukses dan usaha yang mereka jalankan bisa lancar. Pada intinya banyak dari
mereka yang mengharapka dengan berdoa di sana rejeki mereka bisa dapat terus
mengalir.
Kuil Dewi Kwan Im terletak di dekat
masjid imam sudjono. Disana kita dapat menyaksikan perbedaan budaya yang
harmonis dapat bersatu. Karena pengunjung disana memang kebanyakan etnis
Tionghoa tetapi tidak jarang ditemui kaum – kaum pribumi pun banyak yang juga
berziarah ke kuil tersebut walaupun hanya sekedar melihat – lihat atau ada juga
yang memnajatkan doa dari luar. Karena kebanyakan yang bersembahyang di dalam
kuil adalah kaum etnis Tionghoa.
Ketika pertama kali memasuki kawasan
kuil, maka kita akan merasakan suasana yang kental dengan masyarakat Tionghoa
dengan nuansa yang kebanyakan berwarna merah dan emas. Terdapat di tengah
ruangan patung Dewi Kwan Im berwarna emas dan juga cawan – cawan emas yang
berukuran besar. Didalam ruangan juga dijaga oleh 1 juru kunci yang menggunakan
pakaian adat berwarna hitam yang bertugas menaruh sesaji yang di bawa oleh
peziarah sebagai syarat untuk emmanjatkan doa. Sedangkan di luar ruangan kuil
juga terdapat tempat persembahyangan yang berada dekat dengan tungku perapian
dengan dua juru kunci yang sudah tua dengan menggunakan baju adat jawa berwarna
coklat.
Yang menarik dari kuil ini adalah,
di kuil ini banyak sekali terdapat lilin – lilin berwarna merah dari ukuran
kecil sampai yang berukuran raksasa. Lilin berukuran raksasa diletakkan di luar
ruangan kuil sedangkan yang berukuran kecil terdapat di dalam ruangan maupun di
luar ruangan tepatnya di tempat persembahyangan. Ternyata lilin – lilin ini
merupakan salah satu syarat yang harus dibawa peziarah ketika akan
bersembahyang disini. Merka harus menyiapkan 4 lilin kecil berwarna merah untuk
diletakkan di sisi kanan dan kiri patung Dewi Kwan Im ketika akan memulai
ritual persembahyangan. Sedangkan lilin – lilin yang berukuran besar merupakan
sumbangan dari para pengusaha – pengusaha yang kebanyakan merupakan etnis Tionghoa
yang usahanya sudah sukses dan itu sudah menjadi tradisi bagi mereka. Walaupun
Kuil Dewi Kwan Im sempat terbakar karena adanya percikan dari lilin – lilin
tersebut yang membuat seluruh isi banguna terbakar dan yang tersisia hanya
patung Kwan Im dan beberapa benda lain yang masih bisa di selamatkan. Tetapi
dengan adanya lilin – lilin ini lah yang menambah kekentalan dan kekhasan nuansa
dari budaya Tionghoa.
2.2. Kerangka
Pemikiran
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian
kualitatif bertujuan untuk melakukan penafsiran terhadap fenomena sosial.
Metodologi penelitian yang dipakai adalah multi metodologi, sehingga sebenarnya
tidak ada metodologi yang khusus. Para periset kualitatif dapat menggunakan
semiotika, narasi, isi, diskursus, arsip, analisis fonemik, bahkan statistik.
Di sisi yang lain, para periset kualitatif juga menggunakan pendekatan, metode
dan teknik-teknik etnometodologi, fenemologi, hermeneutic, feminisme,
rhizomatik, dekonstruksionisme, etnografi, wawancara, psikoanalisis, studi
budaya, penelitian survai, dan pengamatan melibat (participant observation) (Agus Salim, 2006). Dengan demikian,
tidak ada metode atau praktik tertentu yang dianggap unggul, dan tidak ada
teknik yang serta merta dapat disingkirkan. Kalau dibandingkan dengan
metodologi penelitian yang dikemukakan oleh Feyerabend (dalam Chalmers, 1982)
mungkin akan mendekati ketepatan, karena menurutnya metodologi apa saja boleh
dipakai asal dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.
Penggunaan
dan arti metode penelitian kualitatif yang berbeda-beda ini menyulitkan
diperolehnya kesepakatan diantara para peneliti mengenai definisi yang mendasar
atasnya. Selanjutnya Agus Salim (2006) menyatakan bila suatu definisi harus
dibuat bagi pendekatan kebudayaan , maka penelitian kualitatif adalah suatu
bidang antardisiplin, lintas disiplin, bahkan kadang-kadang kawasan
kontradisiplin.
Di
sisi lain, penelitian kualitatif juga melintasi ilmu pengetahuan humaniora,
sosial, dan fisika. Hal tersebut berarti penelitian kualitatif memiliki fokus
terhadap banyak paradigma. Para praktisinya sangat peka terhadap nilai
pendekatan multimetode. Mereka memiliki komitmen terhadap sudut pandang
naturalistiuk dan pemahaman intepretatif atas pengalaman manusia. Pada saat yang
sama, bidang ini bersifat politis dan dibentuk oleh beragam etika dan posisi
politik.
Meskipun
penelitian kualitatif bersifat multi metodologi, akan tetapi seperti halnya
penelitian kuantitatif perlu mempertimbangkan validitas data.
Ciri-ciri Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif
berbeda dengan penelitian lain. Untuk mengetahui perbedaan tersebut ada 14 ciri
penelitian kualitatif yaitu:
1.
Dalam
penelitian kualitatif data dikumpulkan dalam kondisi yang asli atau alamiah
(natural setting).
2.
Peneliti
sebagai alat penelitian, artinya peneliti sebagai alat utama pengumpul data
yaitu dengan metode pengumpulan data berdasarkan pengamatan dan wawancara
3.
Dalam
penelitian kualitatif diusahakan pengumpulan data secara deskriptif yang
kemudian ditulis dalam laporan. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka.
4.
Penelitian
kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil, artinya dalam pengumpulan
data sering memperhatikan hasil dan akibat dari berbagai variabel yang saling
mempengaruhi.
5.
Latar
belakang tingkah laku atau perbuatan dicari maknanya. Dengan demikian maka apa
yang ada di balik tingkah laku manusia merupakan hal yang pokok bagi penelitian
kualitatif. Mengutamakan data langsung atau “first hand”. Penelitian kualitatif
menuntut sebanyak mungkin kepada penelitinya untuk melakukan sendiri kegiatan
penelitian di lapangan.
6.
Dalam
penelitian kualitatif digunakan metode triangulasi yang dilakukan secara
ekstensif baik tringulasi metode maupun triangulasi sumber data.
7.
Mementingkan
rincian kontekstual. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang sangat rinci
mengenai hal-hal yang dianggap bertalian dengan masalah yang diteliti.
8.
Subjek
yang diteliti berkedudukan sama dengan peneliti, jadi tidak sebagai objek atau
yang lebih rendah kedudukannya.
9.
Mengutamakan
perspektif emik, artinya mementingkan pandangan responden, yakni bagaimana ia
memandang dan menafsirkan dunia dan segi pendiriannya.
11.
Pengambilan
sampel secara purposif. Metode kualitatif menggunakan sampel yang sedikit dan
dipilih menurut tujuan penelitian.
12.
Menggunakan
“Audit trail”. Metode yang dimaksud adalah dengan mencantumkan metode
pengumpulan dan analisa data.
13.
Mengadakan
analisis sejak awal penelitian. Data yang diperoleh langsung dianalisa,
dilanjutkan dengan pencarian data lagi dan dianalisis, demikian seterusnya
sampai dianggap mencapai hasil yang memadai.
14.
Teori
bersifat dari dasar. Dengan data yang diperoleh dari penelitian di lapangan
dapat dirumuskan kesimpulan atau teori.
Pada penelitian
kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Seorang peneliti dalam kegiatan
penelitiannya, baik dinyatakan secara eksplisit atau tidak, menerapkan
paradigma tertentu sehingga penelitian menjadi terarah. Dasar teoritis dalam
pendekatan kualitatif adalah:
1.
Pendekatan
fenomenologis. Dalam pandangan fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti
peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi
tertentu.
2.
Pendekatan
interaksi simbolik. Dalam pendekatan interaksi simbolik diasumsikan bahwa objek
orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertian sendiri, sebaliknya
pengertian itu diberikan kepada mereka. Pengertian yang dlberikan orang pada
pengalaman dan proses penafsirannya bersifat esensial serta menentukan.
3.
Pendekatan
kebudayaan. Untuk menggambarkan kebudayaan menurut perspektif ini seorang
peneliti mungkin dapat memikirkan suatu peristiwa di mana manusia diharapkan
berperilaku secara baik. Peneliti dengan pendekatan ini mengatakan bahwa
bagaimana sebaiknya diharapkan berperilaku dalam suatu latar kebudayaan.
4.
Pendekatan
etnometodologi. Etnometodologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat
memandang, menjelaskan dan menggambarkan tata hidup mereka sendiri.
Etnometodologi berusaha memahami bagaimana orang-orang mulai melihat,
menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Seorang
peneliti kualitatif yang menerapkan sudut pandang ini berusaha menginterpretasikan
kejadian dan peristiwa sosial sesuai dengan sudut pandang dari objek
penelitiannya.
Berbeda
dengan penelitian konvensional yang bersifat kuantitatif, dalam penelitian
kualitatif, disain penelitian tidak ditentukan sebelumnya. Meskipun begitu,
menurut Bogdan &Biklen, 1982 dalam Arief Furchan, 1996) fungsi disain tetap
sama yaitu digunakan dalam penelitian untuk menunjukkan rencana penelitian
tentang bagaimana melangkah maju.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi observasi untuk penelitian ini berlangsung di Kuil
Dewi Kwan Im, Gunung Kawi Kota Malang. Pada hari Jumat, tepatnya malam Kamis
Legi menurut penanggalan Jawa.
3.3. Fokus Penelitian
Pada dasarnya
penelitian kualitatif tidak dimuali dengan sesuatu yang tanpa alasan, tetapi
dilakukan berdasarkan persepsi peneliti terhadap adanya masalah. Masalah dalam
penelitian kualitatif bertumpu pada fokus. Ada dua maksud tertentu yang ingin
dicapai dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus.
Pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi. Kedua, penetapan fokus
berfungsi untuk memenuhi kriteria keluar masuknya informasi (Moleong,2010 :
92-94).
Fokus dalam penelitian ini adalah
mendeskripsikan apa sebenarnya motivasi etnis tionghoa dan manfaat serta makna
lilin Sebagai Tradisi Ritual Persembahyangan di Kuil Dewi Kwan Im Gunung Kawi.
3.4. Subjek Penelitian
Penelitian
kualitatif sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor konstektual. Jadi, maksud
sampling dalm hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi
dari berbagai macam sumber dan bangunannya (constructions). Dengan demikian
tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang
nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya
adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Maksud
kedua dari sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari
rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu pada penelitian kualitatif
tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample) . Jadi, dapat
penulis tegaskan lagi bahwa sampling pada penelitian kualitatif berbeda dengan
sampling pada penelitian kuantitatif. Pada penelitian kuantitatif kita mengenal
istilah populasi dan sampel, sedangkan pada penelitian kualitatif tidak
menggunakan populasi tapi hanya sampel purposiv (sampel bertujuan). Yang di
maksud dengan Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Sedangkan Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.
beberapa macam teknik sampling dalam
penelitian kuantitatif:
1. Probality Sampling Probality Sampling
adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi:
a. Simple Random Sampling
Dikatakan simple karena pengambilan sampel
anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu. Cara ini dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populai mempunyai
anggota yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
c. Disproportionate Stratified Random
Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah
sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional.
d. Cluster Sampling (Area Sampling)
Teknik ini digunakan untuk menentukan sampel
bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas.
2. Nonprobality Sampling
Nonprobality Sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur
atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik ini meliputi:
a. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik penentuan
sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
b. Sampling Kuota
b. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan
sampel dari populai yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang
diinginkan.
c. Sampling Aksidental
c. Sampling Aksidental
Sampling Aksidental adalah teknik penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu kapan saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang cocok digunakan
sebagai sampel.
d. Sampling Purposive
d. Sampling Purposive
Sampling Purposive adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu.
e. Sampling Jenuh
e. Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
f. Snowball Sampling
Snowball Sampling adalah teknik penentuan
sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih
teman-temannya untuk dijadikan sampel, dan begitu seterusnya sehingga jumlah
sampel menjadi banyak . Tujuan berbagai teknik penentuan sampel adalah agar
diperoleh sampel yang representatif bagi populasinya. Berbagai teknik statistik
telah dikembangkan untuk memperkirakan besarnya sampel, untuk memilih sampel
secara rambang. Walaupun penggunaan teknik tersebut hanya sah kalau asumsi yang
mendasari terpenuhi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa bagian statistika
ini telah banyak membantu para peneliti dalam melakukan kegiatannya .
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam metode penelitian kualitatif, lazimnya data
dikumpulkan dengan beberapa teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu; 1).
wawancara, 2). observasi, 3). dokumentasi, dan 4). diskusi terfokus (Focus
Group Discussion). Sebelum masing-masing teknik tersebut diuraikan secara
rinci, perlu ditegaskan di sini bahwa hal sangat penting yang harus
dipahami oleh setiap peneliti adalah alasan mengapa masing-masing teknik
tersebut dipakai, untuk memperoleh informasi apa, dan pada bagian fokus masalah
mana yang memerlukan teknik wawancara, mana yang memerlukan teknik observasi,
mana yang harus kedua-duanya dilakukan, dst. Pilihan teknik sangat tergantung
pada jenis informasi yang diperoleh.
1. Wawancara
Wawancara
ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara
tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Dengan kemajuan
teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap
muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan
kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau
tema yang diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain
sebelumnya.
Karena
merupakan proses pembuktian, maka bisa saja hasil wawancara sesuai atau berbeda
dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya.
Agar wawancara efektif, maka terdapat
berapa tahapan yang harus dilalui, yakni ; 1). mengenalkan diri, 2).
menjelaskan maksud kedatangan, 3). menjelaskan materi wawancara, dan 4).
mengajukan pertanyaan (Yunus, 2010: 358).
Selain
itu, agar informan dapat menyampaikan informasi yang komprehensif sebagaimana
diharapkan peneliti, maka berdasarkan pengalaman wawancara yang penulis lakukan
terdapat beberapa kiat sebagai berikut; 1). ciptakan suasana wawancara yang
kondusif dan tidak tegang, 2). cari waktu dan tempat yang telah disepakati
dengan informan, 3). mulai pertanyaan dari hal-hal sederhana hingga ke yang
serius, 4). bersikap hormat dan ramah terhadap informan, 5). tidak
menyangkal informasi yang diberikan informan, 6). tidak menanyakan hal-hal yang
bersifat pribadi yang tidak ada hubungannya dengan masalah/tema
penelitian, 7). tidak bersifat menggurui terhadap informan, 8). tidak
menanyakan hal-hal yang membuat informan tersinggung atau marah, dan 9).
sebaiknya dilakukan secara sendiri, 10) ucapkan terima kasih setelah wawancara
selesai dan minta disediakan waktu lagi jika ada informasi yang belum lengkap.
Setidaknya,
terdapat dua jenis wawancara, yakni: 1). wawancara mendalam (in-depth
interview), di mana peneliti menggali informasi secara mendalam dengan
cara terlibat langsung dengan kehidupan informan dan bertanya jawab secara
bebas tanpa pedoman pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga suasananya
hidup, dan dilakukan berkali-kali; 2). wawancara terarah (guided interview)
di mana peneliti menanyakan kepada informan hal-hal yang telah disiapkan
sebelumnya. Berbeda dengan wawancara mendalam, wawancara terarah memiliki
kelemahan, yakni suasana tidak hidup, karena peneliti terikat dengan
pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Sering terjadi pewawancara atau
peneliti lebih memperhatikan daftar pertanyaan yang diajukan daripada bertatap
muka dengan informan, sehingga suasana terasa kaku.
Dalam
praktik sering juga terjadi jawaban informan tidak jelas atau kurang memuaskan.
Jika ini terjadi, maka peneliti bisa mengajukan pertanyaan lagi secara lebih
spesifik. Selain kurang jelas, ditemui pula informan menjawab “tidak tahu”.
Menurut Singarimbun dan Sofian Effendi (1989: 198-199), jika terjadi jawaban
“tidak tahu”, maka peneliti harus berhati-hati dan tidak lekas-lekas pindah ke
pertanyaan lain. Sebab, makna “tidak tahu” mengandung beberapa arti, yaitu:
1) informan memang tidak mengerti
pertanyaan peneliti, sehingga untuk menghindari jawaban “tidak mengerti",
dia menjawab “tidak tahu”.
2) informan sebenarnya sedang berpikir
memberikan jawaban, tetapi karena suasana tidak nyaman dia menjawab “tidak
tahu”.
3) pertanyaannya bersifat personal
yang mengganggu privasi informan, sehingga jawaban “tidak tahu’ dianggap lebih
aman
4) informan memang betul-betul tidak
tahu jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Karena itu, jawaban “tidak
tahu" merupakan jawaban sebagai data penelitian yang benar dan sungguh
yang perlu dipertimbangkan oleh peneliti.
Dalam
observasi ini peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam ( in depth interview ). Alasan peneliti
memilih teknik wawancara ini adalah agar suasana observasi tersamarkan dan
terkesan lebih akrab sehinggak subjek tidak tegang dan kaku dalam menjawab.
2. Observasi
Selain wawancara, observasi juga
merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode
penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan
menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk
memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil
observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana
tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh
gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Bungin (2007: 115-117) mengemukakan
beberapa bentuk observasi, yaitu: 1). Observasi partisipasi, 2). observasi
tidak terstruktur, dan 3). observasi kelompok. Berikut penjelasannya:
1) Observasi partisipasi adalah (participant
observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti
terlibat dalam keseharian informan.
2) Observasi tidak terstruktur ialah
pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga
peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di
lapangan.
3) Observasi kelompok ialah
pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang
diangkat menjadi objek penelitian.
3. Dokumen
Selain melalui wawancara dan
observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam
bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal
kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk
menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan
teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang
yang tidak bermakna.
3.6. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data dalam
penelitian kualitatif di dasarkan pada pendekatan yang digunakan. Beberapa
bentuk analisis data dalam penelitian kualitatif, yaitu:
1. Biografi
Langkah-langkah
analisis data pada studi biografi, yaitu:
a. Mengorganisir file
pengalaman objektif tentang hidup responden seperti tahap perjalanan hidup dan
pengalaman. Tahap tersebut berupa tahap kanak-kanak, remaja, dewasa dan lansia
yang ditulis secara kronologis atau seperti pengalaman pendidikan, pernikahan,
dan pekerjaan.
b. Membaca
keseluruhan kisah kemudian direduksi dan diberi kode.
c. Kisah yang
didapatkan kemudian diatur secara kronologis.
d. Selanjutnya
peneliti mengidentifikasi dan mengkaji makna kisah yang dipaparkan, serta
mencari epipani dari kisah tersebut.
e. Peneliti juga
melihat struktur untuk menjelaskan makna, seperti interaksi sosial didalam
sebuah kelompok, budaya, ideologi, dan konteks sejarah, kemudian memberi
interpretasi pada pengalaman hidup individu.
f. Kemudian, riwayat
hidup responden di tulis dengan berbentuk narasi yang berfokus pada proses
dalam hidup individu, teori yang berhubungan dengan pengalaman hidupnya dan
keunikan hidup individu tersebut.
2. Fenomenologi
Langkah-langkah
analisis data pada studi fenomenologi, yaitu:
a. Peneliti memulai
mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena
pengalaman yang telah dikumpulkan.
b. Membaca data
secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap
penting kemudian melakukan pengkodean data.
c. Menemukan dan
mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan
horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai
yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan
pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih
dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur
pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan).
d. Pernyataan
tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang
bagaimana pengalaman tersebut terjadi.
e. Selanjutnya
peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut
sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan
textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan
structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi).
f. Peneliti kemudian
memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang
diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut.
g. Membuat laporan
pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut
ditulis.
3. Grounded theory
Langkah-langkah
analisis data pada studi grounded theory, yaitu:
a. Mengorganisir data
a. Mengorganisir data
b. Membaca
keseluruhan informasi dan memberi kode.
c. Open coding,
peneliti membentuk kategori informasi tentang peristiwa dipelajari.
d. Axial coding,
peneliti mengidentifikasi suatu peristiwa, menyelidiki kondisi-kondisi yang
menyebabkannya, mengidentifikasi setiap kondisi-kondisi, dan menggambarkan
peristiwa tersebut.
e. Selective coding,
peneliti mengidentifikasi suatu jalan cerita dan mengintegrasikan kategori di
dalam model axial coding. Selanjutnya
peneliti boleh mengembangkan dan menggambarkan suatu acuan yang menerangkan
keadaan sosial, sejarah, dan kondisi ekonomi yang mempengaruhi peristiwa.
4. Etnografi
Langkah-langkah
analisis data pada studi etnografi, yaitu:
a. Mengorganisir
file.
b.Membaca keseluruhan
informasi dan memberi kode.
c. Menguraikan
setting sosial dan peristiwa yang diteliti.
d. Menginterpretasi
penemuan.
e. Menyajikan
presentasi baratif berupa tabel, gambar, atau uraian.
5. Studi kasus
Langkah-langkah
analisis data pada studi kasus, yaitu: a.Mengorganisir
informasi.
b.Membaca keseluruhan
informasi dan memberi kode.
c.Membuat suatu
uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya.
d.Peneliti menetapkan
pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori.
e.Selanjutnya
peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari
kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain.
f.Menyajikan secara
naratif.
3.7. Keabsahan Data
Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya
karena beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan
dalam penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara
dan observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secar` terbuka dan
apalagi tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan
mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa
cara menentukan keabsahan data, yaitu:
1. Kredibilitas
Apakah proses dan hasil
penelitian dapat diterima atau dipercaya. Beberapa kriteria dalam menilai
adalah lama penelitian, observasi yang detail, triangulasi, per debriefing,
analisis kasus negatif, membandingkan dengan hasil penelitian lain, dan member
check.
Cara memperoleh tingkat
kepercayaan hasil penelitian, yaitu:
a. Memperpanjang masa
pengamatan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan,
bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari responden, dan
untuk membangun kepercayaan para responden terhadap peneliti dan juga
kepercayaan diri peneliti sendiri.
b. Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
c. Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
d. Peer debriefing (membicarakannya dengan orang lain) yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan.
e. Mengadakan member check yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta denganmengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data.
b. Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
c. Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
d. Peer debriefing (membicarakannya dengan orang lain) yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan.
e. Mengadakan member check yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta denganmengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data.
2. Transferabilitas yaitu
apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain.
3. Dependability yaitu
apakah hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan
data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi
untuk menarik kesimpulan.
4. Konfirmabilitas yaitu
apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian
sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal
ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut
dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih
objektif.
5.Reliabilitas
Reliabilitas penelitian kualitatif dipengaruhi oleh definisi konsep yaitu suatu konsep dan definisi yang dirumuskan berbeda-beda menurut pengetahuan peneliti, metode pengumpulan dan analisis data, situasi dan kondisi sosial, status dan kedudukan peneliti dihadapan responden, serta hubungan peneliti dengan responden.
Reliabilitas penelitian kualitatif dipengaruhi oleh definisi konsep yaitu suatu konsep dan definisi yang dirumuskan berbeda-beda menurut pengetahuan peneliti, metode pengumpulan dan analisis data, situasi dan kondisi sosial, status dan kedudukan peneliti dihadapan responden, serta hubungan peneliti dengan responden.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Peneliti
melakukan observasi di kawasan Gunung Kawi Kota Malang tepatnya di Kuil Dewi
Kwan Im dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas apa saja yang di lakukan para
peziarah di kuil tersebut.
Setelah
dilakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa hal yang unik yang terdapat
di lokasi penelitian. Dan kemudian diangkatlah judul “ Lilin Sebagai Tradisi Ritual Persembahyangan Etnis Tionghoa di Kuil
Dewi Kwan Im Gunung Kawi”. Dengan tujuan untuk mengetahui apa sebenarnya
manfaat atau kegunaan lilin – lilin yang ada di Kuil Dewi Kwan Im dengan
berbagai macam ukuran, dan motivasi apa yang ada dibalik tradisi
persembahyangan etnis Tionghoa dengan memanfaatkan Lilin tersebut.
Mengenai
ritual persembahyangan yang dilakukan di Kuil Dewi Kwan Im pada saat melakukan
penelitian, peneliti menjumpai ada rombongan keluarga etnis Tionghoa sedang
melakukan ritual persembahyangan. Mereka datang kurang lebih sekitar 10 orang
dengan membawa bungkusan plastik masing – masing. Kemudian mereka mulai masuk
ke dalam kuil smabil menyerahkan bungkusan tersebut kepada sang juru kunci yang
mengenakan baju adat jawa berwarna hitam. Sebelum mereka bersembahyang mereka
mengambil 1 botol minyak kelapa kemudian mereka tuangkan dalam cawan emas yang
ada di depan patung Dewi Kwan Im yang berada persis di tengah ruangan petak
yang sedikit sempit sehingga tidak semua orang bisa masuk dan mereka bergantian
masuk untuk melakukan ritual. Setelah itu sang juru kunci membuka bungkusan
plastik tersebut, yang ternyata berisi bunga, lilin, dan dupa. Sang juru kunci
meletakkan bunga pada tempat sesajen yang ada kemudian keluarga tionghoa itupun
mulai menyalakan lilin yang mereka bawa kemudian mereka letakkan di sisi kanan
dan kiri patung Dewi Kwan Im, lalu mereka membakar dupa dan kemudian mereka
berdoa sambil membungkukan badan dan membawa dupa yang sudah terbakar. Setelah
mereka selesai memanjatkan harapan mereka, kemudian dupa tersebut di tancapkan
di cawan emas. Mereka melanjutkan sembahyang di depan ruangan Dewi Kwan Im yang
letaknya dekat dengan tungku perapian tempat dimana ada 2 orang juru kunci yang
juga mengenakan pakaian adat jawa berwarna coklat berumur sekitar 68 tahun dan
dari tempat itulah peneliti mengamati ritual persembhayangan yang ada di Kuil
Dewi Kwan Im. Di situ mereka juga melakukan hal yang sama seperti saat mereka
di dalam ruangan, membakar lilin dan dupa dan meletakkannya pada posisi yang
sama saat mereka lakukan di dalam yaitu meletakkan 2 lilin di samping kanan
kiri dan menancapkan dupa di tengah – tengah tempat lilin diletakkan.
Karena
rasa penasaran peneliti maka, peneliti melakukan perbincangan atau tanya jawab
dengan kedua juru kunci yang ada disitu. Beberapa pertanyaan peneliti ajukan
untuk melengkapi data observasi yang diperlukan kepada kedua juru kunci yang
telah bekerja disitu selama 20 tahun.
Dari
perbincangan itu peneliti memperoleh informasi bahwa Kuil Dewi Kwan Im adalah
tempat yang tidak pernah berhenti dikunjungi oleh para peziarah terutama etnis
Tionghoa. Karena di Kuil tersebut mereka biasanya melakukan ritual
persembahyangannya. Ketika ditanya apakah yang bisa masuk dan melakukan ritual
disitu hanya etnis Tionghoa saja, kedua juru kunci tersebut memberikan
keterangan bahwa semua orang tidak peduli ras dan apapun dapat masuk dan
bersembahyang asalkan mereka membawa persayaratan sebagai media untuk
sembahyang yaitu bunga, dupa, dan lilin. Jika mereka sudah membawa semua itu
maka bisa melakukan ritual, dan bagi yang beragama lain yang tidak mengetahui
cara sembahyang dengan tradisi konghucu, maka ada sang juru kunci yang ada di
dalam yang akan membantu dal melakukan ritual. Hanya saja jarang ada orang
pribumi atau selain Tionghoa yang melakuakn ritual sembahyang di Kuil ini.
Kalaupun ada mungkin mereka lebih memilih hanya memanjatkan doa di depan kuil
saja tidak sampai masuk dan melakukan ritual.
Kemudian
perbincangan mulai beralih pada keberadaan lilin – lilin yang sangat banyak dan
bervariasi ukurannya. Juru kunci bercerita bahwa tradisi sembahyang dengan
menyalakan lilin dan meletakkan di sisi kanan dan kiri patung Dewi Kwan Im
sudah berlangsung dari dulu, dan itu merupakan cara kaum etnis Tionghoa
bersembahyang dan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka juga mempercayai
bahwa lilin yang mereka nyalakan itu, nantinya yang akan menerangi kehidupan
mereka dan kelancaran rejeki mereka. Maka dari itu mereka menaruhnya di sisi
kanan dan kiri di dalam ruangan dan di luar ruangan. Ketika peneliti menanyakan
tentang lilin – lilin yang berukuran raksasa dengan tinggi sekitar kurang lebih
1 - 2 meter yang di letakkan di luar ruangan kepada juru kunci mulai
menceritakan bahwa lilin – lilin itu merupakan sumbangan dari pengusaha –
pengusaha yang sudah sukses dan sering melakukan ritual persembahyangan disini
yang kebanyakan merupakan kaum etnis Tionghoa. Juru kunci juga mengatakan bahwa
lilin – lilin itu bukan lilin biasa karena harganya yang cukup fantastis, yaitu
sekitar puluhan juta. Dan ketika ditanya apa sebenarnya motivasi dari sang
penyumbang lilin – lilin raksasa itu untuk rela mengeluarkan dana yang cukup besar
hanya untuk membeli lilin dan mereka harus membelinya sebanyak 2 buah yang akan
di letakkan di sisi kiri dan kanan. Dan juru kunci menjawab bahwa dulu pernah
ada yang penyumbang yang mengatakan padanya bahwa ia menyumbang lilin berukuran
raksasa itu agar jalan rejekinya makin lancar dan merupakan ucapan syukur atas
harapannnya yang telah terkabul meskipun ada satu alasan lagi yaitu untuk
memberi tahu pengunjung bahwa dirinya telah menjadi orang yang sukses, karena
di lilin – lilin raksasa hasil sumbangan itu pasti akan ditempel nama dan usaha
sang penyumbang.
Analisis
Data
Dari
sini peneliti akan mencoba menganalisis peristiwa yang telah diobservasi
tersebut dengan menggunakan 3 teori yaitu Teori Harapan (Victor H. Vroom), Teori Motivasi: Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow, Teori
Belajar Cognitive Field (Kurt Lewin) yang menurut peneliti ketiga teori ini
berhubungan dengan hasil observasi yang ada. Akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Teori Harapan (Victor H. Vroom)
Yang
berkaitan dengan teori ini adalah etnis Tionghoa yang tidak pernah melewatkan
untuk melakukan ritual sembahyang di Kuil Dewi Kwan Im karena mereka percaya
bahwa jika mereka melakukan ritual sembahyang di kuil tersebut dengan memenuhi
syarat – syarat yang ada seperti membawa bunga, dupa, dan lilin dan memanjatkan
harapannya di depan Patung Dewi Kwan Im maka harapan mereka akan terkabul. Dan
dari pengamatan yang peneliti lakukan, ketika melakukan ritual sembahyang tidak satupun
tahapan – tahapan dari ritual tersebut yang mereka lewatkan. Menurut Vroom
dalam teorinya motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai
oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah
kepada hasil yang diinginkannya itu. Jika seseorang menginginkan sesuatu dan
harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat
terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Begitu pula seperti yang
dilakukan oleh satu rombongan keluarga
etnis Tionghoa yang peneliti jumpai saat berada di kuil, menurut juru kunci
rutin datang ke kuil tersebut untuk bersembahyang, karena menurut penuturan
mereka kepada juru kunci ada kerabat mereka yang sukses setelah rutin melakukan
ritual di kuil tersebut. Sehingga mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk
rutin melakukan ritual sembahyang disana agar harapan mereka bisa terwujud.
2. Teori
Motivasi: Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow
Dalam teori
motivasi Abraham Maslow mengemukakan mengenai berbagai tingkatan kebutuhan manusia, mulai dari
kebutuhan fisik hingga psikologis. Dan bermacam kebutuhan ini, disusun dalam
suatu piramida yang hirarkis, berdasarkan sifat kebutuhannya.
Biasanya
piramida Maslow ini berfokus pada lima tingkat kebutuhan, mulai dari yang
mendasar untuk bertahan hidup hingga kepada kebutuhan sosial dan kebutuhan
untuk mengembangkan diri di dalam kehidupan.
Dalam
hasil observasi ini peneliti mencoba mengkaitkan fakta yang terjadi dilapangan
ketika seorang etnis Tionghoa yang secara rutin melakukan ritual di Kuil Dewi Kwan
Im dan telah sukses rela mengeluarkan
banyak uang hingga puluhan juta rupiah bahkan sampai ratusan juta rupiah untuk
membeli lilin raksasa dan menyumbangkannya ke kuil tersebut dengan salah satu
alasannya agar pengunjung yang datang kesana tahu bahwa ia merupaka pengusaha
sukses karena nama penyumbang dan usahanya ditempelkan pada badan lilin
tersebut walaupun ia mengatakan alasan utamanya adalah kepercayaannya agar
rejekinya makin lancar. Menurut peneliti hal ini sangat cocok dengan salah satu
teori hierarki kebutuhan maslow yang ke 4 yaitu Kebutuhan untuk meninggikan
harga diri seperti meraih prestasi atau pencapaian, meningkatkan rasa
kebanggaan pribadi serta dihargai/dihormati oleh orang lain, dan seterusnya.
Dengan menyumbang dan dapat membeli lilin raksasa dengan harga fantastis
tersebut sang penyumbang merasa bahwa itu dapat meninggikan harga dirinya
karena itu merupakan bukti kesuksesannya.
3. Teori Belajar
Cognitive Field (Kurt Lewin)
Dalam
lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang mendorong
pencapaian tujuan dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi. Perbuatan
individu selalu terarah kepada pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena itu
sering dikatakan perbuatan individu adalah purposive.
Inilah
kutipan yang ada dalam teori belajar cognitive field yang akan peneliti coba
kaitkan dengan tradisi lilin sebagai ritual persembahyangan etnis Tionghoa ini.
Dari fakta – fakta yang peneliti dapatkan saat observasi tradisi yang merupakan
kebiasaan atau tingkah laku yang sudah dilakukan ber ulang – ulang dan selalu
ditiru yang juga merupakan suatu proses belajar, seperti pada bagian dimana
ritual sembahyang dengan meletakkan lilin di kedua sisi, yaitu kiri dan kanan
yang dipercaya oleh etnis Tionghoa dapat menerangi kehidupannya dan melancarkan
jalannya rejeki dan akhirnya kebiasaan yang bermula dari kepercayaan tersebut
menjadi suatu tradisi dan semua tindakan itu mempunyai tujuan agar semua
harapan yang mereka panjatkan dapat dikabulkan oleh Sang Pencipta dan menjadi
kenyataan. Seperti yang di katataka Kurt Lewin Dalam Teorinya perbuatan
individu adalah purposive, melakukan segala sesuatunya untuk mencapai suatu
tujuan tertentu yang diharapkannya.
BAB
V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hasil
penelitian tentang “Lilin Sebagai Tradisi Ritual
Persembahyangan Etnis Tionghoa di Kuil Dewi Kwan Im Gunung Kawi” dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Etnis Tionghoa mempunyai cara ritual
persembahyangan tersendiri yang cukup unik.
2. Etnis Tionghoa mempunyai kepercayaan –
kepercayaan tersendiri yang menurut mereka dapat menjembatani terwujudnya
harapan atau permohonan mereka
kepada Sang Pencipta. Seperti ritual sembahyang dengan meletakkan 2 lilin di sisi kiri dan kanan.
3. Etnis Tionghoa sangat memegang tradisi
yang mereka anggap dapat mewujudkan
harapan mereka.
4. Etnis Tionghoa memiliki harga diri yang
tinggi, terbukti dengan adanya fakta
mengenai lilin – lilin berukuran raksasa.
5. Sebagian aset atau barang – barang
seperti Patung Dewi Kwan Im berwarna emas
yang berukuran besar yang ada di Kuil Dewi Kwan Im di Gunung Kawi merupakan sumbangan dari pengusaha dari etnis Tionghoa yang sukses.
5.2. Saran
Sebaiknya jika telah sukses, lebih
baik sebagian uang yang berlebih juga bisa disalurkan untuk membiayai yayasan –
yayasan atau digunakan untuk beramal membantu yang kurang mampu selain
digunakan untuk membeli lilin – lilin berukuran raksasa.
LAMPIRAN I
DOKUMENTASI
Bagian dalam Kuil Dewi Kwan Im

Bagian
luar Kuil Dewi Kwan Im

Etnis Tionghoa yang sedang melakukan
ritual sembahyang

Dua
juru kunci kuil sebagai informan

Lilin
– Lilin berukuran raksasa

LAMPIRAN 2
BUKTI WAWANCARA
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
||||||
![]() |